Tugas RKE 1 (S1 MIK Paralel Universitas Esa Unggul) 2017



KARAKTERISTIK RUMAH SAKIT TERKAIT DENGAN PENERAPAN
REKAM KESEHATAN ELEKTRONIK SECARA LENGKAP
DAN SECARA SEBAGIAN


disusun oleh:
 Dinda Sekar Sari 20170310039
Nurul Asri Baharsyah 20170310045
Soeparno 20170310020



a.    Latar Belakang
              Undang-undang HITECH mewajibkan semua penyedia layanan kesehatan publik dan swasta dan profesional klinis lainnya yang memenuhi syarat mengadopsi dan menunjukkan penggunaan RKE yang berarti untuk mempertahankan tingkat penggantian Medicaid dan Medicare yang ada.
              Penggunaan yang berarti ditentukan oleh penggunaan teknologi RKE bersertifikat dengan cara yang menyediakan pertukaran informasi kesehatan elektronik untuk meningkatkan kualitas layanan, dan bila menggunakan teknologi RKE bersertifikat, penyedia harus tunduk pada HHS.
              Kriteria penggunaan yang efektif berfokus pada pengambilan informasi kesehatan secara elektronik dalam format terstruktur dan menggunakan informasi tersebut untuk melacak kondisi klinis utama.
              Inisiatif pemerintah lain yang mendorong penerapan RKE adalah Affordable Care Act (ACA). Ini mulai berlaku pada tahun 2010, dan implementasi RKE diamanatkan pada akhir tahun 2014. ACA juga menetapkan bahwa kegagalan untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan RKE pada tahun 2015 akan mengakibatkan pengurangan penggantian Medicare dan Medicaid kepada penyedia medis yang tidak bersertifikat dan hukuman tersebut akan meningkat setiap tahun sesudahnya.6, Akhirnya, kepatuhan RKE diharapkan dapat mencapai hasil klinis yang lebih baik, peningkatan hasil kesehatan masyarakat, peningkatan transparansi dan efisiensi, pemberdayaan individu, dan data penelitian yang lebih kuat mengenai sistem kesehatan.

b.   Tujuan
1.      Menentukan proporsi rumah sakit dengan dan tanpa penerapan Rekam Kesehatan Elektronik
2.      Mempelajari karakteristik rumah sakit yang melaporkan pelaksanaan RKE sebagian atau   seluruhnya dibandingkan dengan yang tidak menerapkan RKE
3.      Mengidentifikasi karakteristik rumah sakit yang terkait dengan nonimplementasi untuk membantu merancang prakarsa kebijakan di masa depan.



c.    Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode retrospective cross-sectional yang menggunakan Database Survei Tahunan Asosiasi Rumah Sakit Amerika tahun 2012. Variabel Hasil adalah Implementasi RKE sebagian atau seluruhnya. Variabel Independen adalah karakteristik rumah sakit, seperti penempatan staf, struktur organisasi, akreditasi, kepemilikan, jenis layanan dan fasilitas yang disediakan di rumah sakit. Frekuensi deskriptif ditentukan, dan regresi logistik multinomial digunakan untuk menentukan variabel yang terkait secara independen.


d.   Populasi dan Sampel
Penelitian ini menggunakan variabel independen dengan populasi 6.500 Rumah Sakit dan lebih dari 400 sistem di Amerika. Sampel yang diambil adalah sebagai berikut:
1.      12,6% Rumah Sakit yang tidak menerapkan RKE;
2.      43,9 % Rumah Sakit yang telah sebagian menggunakan RKE;
3.      43,5 % Rumah Sakit yang menerapakan RKE secara lengkap.

e.    Metode Pengumpulan Data dan Analisis Data
Metode pengumpulan data menggunakan deskriptif frekuensi dengan melakukan observasi atau pengamatan langsung. Penelitian ini menggunakan teknik analisis kualitatif deskriptif yang lebih menekankan pada pemahaman secara mendalam terhadap suatu masalah.

f.     Hasil dan Pembahasan
Penelitian ini menggunakan Rumah Sakit yang menerapkan RKE sebagian atau seluruhnya pada tahun 2012. Dari jumlah 6.307 Rumah Sakit, data dari 2.157 Rumah Sakit (34%) hilang. Sehingga sampel akhir diambil 4.150 Rumah Sakit. Dari sampel tersebut didapatkan:
1.      12,6% Rumah Sakit yang tidak menerapkan RKE
2.      43,9 % Rumah Sakit yang telah sebagian menggunakan RKE
3.      43,5 % Rumah Sakit yang menerapakan RKE secara lengkap.
Sehingga jumlah 87,4% Rumah Sakit yang disurvey dilaporkan sebagian atau dasar penerapan RKE.
Secara keseluruhan, karakteristik RS yang menerapkan RKE sebagian atau seluruhnya itu sama. Rumah sakit dengan akreditasi dari organisasi seperti HFAP melaporkan penerapan EHR secara keseluruhan lebih tinggi. Demikian pula, rumah sakit yang berpartisipasi dalam sebuah jaringan, HMO, PPO, atau kesepakatan pembelian kelompok menunjukkan adopsi EHR yang lebih besar.
Di antara rumah sakit layanan khusus, rumah sakit umum dan bedah umum (47,8 persen) menempati peringkat tertinggi dalam implementasi EHR lengkap. Jumlah rumah sakit yang lebih tinggi di psikiatri (52,6 persen), rehabilitasi (55,5 persen), dan kategori layanan perawatan jangka panjang akut (48,4 persen) melaporkan tidak ada penerapan EHR pada tahun 2012.

g.    Kesimpulan
          Sejumlah penelitian telah menilai tingkat penggunaan bermakna yang ditunjukkan sebagai tanggapan terhadap insentif federal dengan menggunakan berbagai database pada berbagai titik waktu sebelum dan sesudah prakarsa federal.
          Studi ini menambahkan secara konstruktif literatur yang ada dengan menggunakan database AHA di tengah kebijakan teknologi informasi kesehatan ini untuk mengidentifikasi karakteristik rumah sakit yang menerapkan EHRs di samping tingkat implementasi. Di masa depan, sangat penting bahwa temuan penelitian serupa dibandingkan dengan temuan saat ini untuk menentukan tingkat perubahan dalam implementasi EHR dan untuk menentukan apakah kecenderungan yang diidentifikasi dalam asosiasi karakteristik rumah sakit dengan penerapan EHR terus ada. Jika demikian, inisiatif kebijakan yang ditargetkan ke rumah sakit dengan karakteristik yang terkait dengan tingkat implementasi EHR yang lebih rendah harus diteruskan untuk membantu menjembatani kesenjangan ini.

Read Users' Comments (0)

Perekam Medis dan Informasi Kesehatan

             Perkembangan dalam bidang kesehatan saat ini sangat signifikan, mengapa? Seiring dengan berkembangnya teknologi, bidang kesehatan mulai memperhatikan pentingnya sebuah data. Data yang dimaksud adalah data dalam bentuk berkas yang berisi catatan dan dokumen antara lain identitas pasien, hasil pemeriksaan, pengobatan yang telah diberikan, serta tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Hal inilah yang disebut rekam medis.
             Mungkin sebagian orang masih awam dengan profesi ini, karena setahu masyarakat profesi dalam bidang kesehatan biasanya adalah dokter, perawat, apoteker, dan bidan karena merekalah yang terjun langsung dalam menangani masyarakat. Profesi perekam medis ini ibaratnya berperan dibelakang panggung namun berpengaruh besar terhadap sebuah pertunjukkan. Pekerjaan yang tanpa harus langsung dengan pasien, tetapi ingin bekerja di kesehatan. Nah inilah mengapa profesi perekam medis saat ini mulai diincar oleh manusia.
             Dahulu, rekam medis itu dalam bentuk kertas namun sekarang sudah beralih ke elektronik berbasis IT. Rekam kesehatan elektronik dinilai lebih akurat, fleksibel, dan mudah untuk digunakan karena informasi yang dikelola dapat segera di transfer tanpa harus takut tercecer, rusak, ataupun hilang. Dewasa ini, rekam medis tidak hanya sebagai penyimpanan data melainkan sudah mengarah ke informasi kesehatan. Informasi kesehatan terus berinovasi dalam menyampaikan segala hal yang terkait dalam rangka meningkatkan fasilitas pelayan kesehatan. Informasi ini juga yang dapat memudahkan akses antar negara untuk simbiosis mutualisme. Implementasi ini sasaran utamnya adalah rumah sakit yang notabene menangani pasien dengan cakupan luas.
             Pentingnya sebuah data membuat seorang wanita terangsang untuk memperjuangkan hal tersebut. Beliau adalah Gemala Hatta. Wanita yang pernah belajar di School of Medical Record Administration di Sydney, Australia ini tak henti-hentinya menyeruakkan akan data. Beliau juga adalah salah satu orang yang mendirikan organisasi PORMIKI di Indonesia. Ibu Gemala terus mengembangkan pelatihan dan pendidikan rekam medis dan manajemen informasi kesehatan untuk saraa pelayanan kesehatan di Indonesia. 
             Setiap profesi pasti memiliki sebuah organisasi begitupun dengan rekam medis. Nama perkumpulannya adalah PORMIKI. Pormiki adalah suatu wadah komunikasi antar perekam medis dan informasi kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui peningkatan Sistem Kesehatan Nasional dengan mengembangkan sistem rekam medis dan informasi kesehatan. Di kelas internasional, ada organisasi IFHIMA (International Federation of Health Information Management Association) yang merupakan perkumpulan antara profesi perekam medis di seluruh dunia dan PORMIKI telah menjadi anggota ke 15.
             Professional rekam medis harus memiliki kompetensi. Kompetensi adalah acuan seseorang agar dianggap mampu oleh orang lain dengan melakukan tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Dibutuhkan standar khusus dalam setiap profesi. Kompetensi standar profesi perekam medis dan informasi kesehatan menurut kepmenkes 377/MENKES/SK/III/2007:
1. Klasifikasi penyakit, masalah-masalah yang berkaitan dengan kesehatan dan tindakan medis;
2. Aspek hukum rekam medis dan etika profesi;
3. Manajemen rekam medis dan informasi kesehatan;
4. Menjaga dan meningktakna mutu rekam medis dan informasi kesehatan;
5. Statistic kesehatan;Kemitraan profesi;
6. Manajemen unit kerja rekam medis.
             Dulu pekerjaan perekam medis masih dianggap sepele oleh praktisi kesehatan. Mereka berasumsi bahwa tenaga rekam medis cukup sebatas lulusan SMA saja. Memang itu tidak sepenuhnya salah, namun bagaimana seorang lulusan SMA harus mengkoding sebuah diagnose penyakit? Tentunya itu hanya dapat dilakukan oleh orang yang benar-benar belajar di D3 Rekam Medis dan Informasi Kesehatan. Tujuan pengkodean diantaranya untuk mempermudah dalam pengisian data, mengajukan klaim asuransi, dan mencegah terbongkarnya rahasia penyakit yang di derita pasien. Paradigma itu terpatahkan. Jadi, sangat disayangkan sekali jika masih ada orang yang menganggap remeh profesi yang sebenarnya akar dari sebuah institusi kesehatan.
             Jika berbicara prospek, jangan ditanya. Banyak sekali peluang kerja yang dapat  di jadikan pilihan. Bukan hanya sebagai petugas pengkodean, tenaga professional rekam medis juga dapat bekerja sebagai manajer rumah sakit, pegawai negeri sipil, petugas klaim asuransi, dosen, bahkan sebagai web designer karena memang cakupan rekam medis bukan hanya kesehatan melainkan juga berbasis IT. Peluang untuk sukses sangatlah terjamin jika anda yakin dan bersungguh-sungguh untuk menggeluti bidang ini.
             Pentingnya seorang tenaga perekam medis dalam rumah sakit adalah mereka menjadi tolak ukur akreditasi. Seperti contoh, pada rumah sakit tipe A setidaknya harus memiliki minimal enam professional rekam medis, sedangkan untuk rumah sakit tipe B minimal empat orang. Dan menurut hasil survey, dari 200.000 orang tenaga rekam medis yang dibutuhkan, hanya terisi 4.000 orang. Bukankah itu benar-benar peluang?
              Oleh karena itu, perekam medis dan informasi kesehatan dapat dijadikan referensi bagi anda yang masih SMA dan bingung memilih jurusan apa yang sekiranya masih sangat dibutuhkan nantinya. Memang, esensi yang utama ialah mendapat ilmu tetapi pikirkanlah juga prospek kedepannya sebuah ilmu tersebut agar ilmu yang didapat tidak sia-sia. Bukankah tujuan kita menuntut ilmu itu berujung ingin mendapat pekerjaan yang layak serta hidup bahagia dunia akhirat?
             Jika anda memilih profesi rekam medis, berarti anda siap untuk sukses. Semoga berhasiJ


Read Users' Comments (0)

Aku ya pikes, pikes ya aku

      Mungkin kalian bertanya-tanya, apa sih rekam medis itu? Semacem yang ngerontgen gitu ya? Itulah mindset awal aku. Setelah galau gara-gara gagal di beberapa universitas, aku iseng buat coba ikut tes sipenmaru di Poltekkes Kemenkes Tasikmalaya (kunjungi juga: http://www.poltekkestasikmalaya.ac.id/). Awalnya aku gatau kalo kampusnya ada di Cirebon, kota asalku. Nah awalnya aku direkomendasikan sama keluarga buat daftar di poltek tasik, tapi ya aku gak ngeh aja soalnya kan emang rencana aku pengen kuliah di universitas wow gitu. Ternyata Allah berkehendak lain.
      Gak keitung berapa waktu yang udah aku habisin buat belajar ngedengkutin soal-soal aneh yang gak diajarin di SMA. Gak keitung berapa uang yang udah orangtua aku keluarin buat ikut tes sana-sini baik yang negeri maupun swasta. Dan semuanya gatot cooooooyyy:( sempet hopeless dan gatau harus kemana buat kuliah. Ada niatan untuk kerja, tapi kan...... aku belum cukup modal buat itu.
      Tapi aku bangkit! Emang bener ya suntikan semangat dari orang terkasih itu berpengaruh banget beneran, apalagi orangtua. Jangan pernah sekali-kali nyakitin orangtua disaat-saat sulit dan genting kayak gitu. Dengan bismillah, aku daftar ke kampus Poltekkes cabang Cirebon.
      Bingung juga mau pilih apa ya buat nanti secara gada gambaran buat ke kesehatan. Etapi pas liat ada prodi pikes, langsung mikir. Ini prodi apa ya? Kok namanya pikes sih? Tapi aku pasrah buat ambil jurusan ini dengan pilihan kedua farmasi yang kampusnya ada di tasik.
      Malem sehari sebelum tes sipenmaru aku pergi ke rumah temen aku yang tak panggil kak supi. Dia sabar banget buat ngajarin aku matematika. Astagfirullah, aku tuh agak bebel sama math ini. Tapi kasupi bener-bener ngasih semangat bahwa aku bisa ngerjain soal besok.
      Dan tanggal berapa ya haha lupa lupa tapi tahun 2013 kok, pokoknya itu tes tulis sipenmaru aku tes di aula kampus cirebon. Soalnya setara UN loh beneran jadi ya Alhamdulillah diberi kemudahan:). Beberapa minggu kemudian muncul pengumuman. Aku gamau ah ke kampusnya jadi aku lewat web aja dan ternyata..... jengjeeenng!


      ALHAMDULILLAAAHH! Sejak saat itu aku sadar dan bener-bener inget kata guru fisika aku, beliau bilang "Jangan khawatir, Allah memberikan apa yang kita butuhkan bukan apa yang kita inginkan". Dan mungkin menurut Allah ini yang aku butuhkan sekarang. Dulu aku pengen bgt jadi dokter tapi kepentok biaya. Juga aku suka sama dunia komputer, dan akhirnya aku dapet keduanya: Ilmu kesehatan dan Ilmu komputer.
      Sekarang aku coba buat menekuni ilmu rekam medis dan informasi kesehatan ini. Karena aku ditakdirkan untuk pikes, dan pikes juga ditakdirkan untukku.
      Jadi guys, apapun kegagalan yang didapatkan kalian harus ingat bahwa Allah itu akan memberikan hal yang manis disaat akhir jika kalian tetap berusaha dan pantang menyerah. Semangat!

Read Users' Comments (0)

Sekarang emang waktunya buat menyeimbangkan antara cinta juga akademik. Ya, perkuliahan memanglah sangat berbeda dengan sekolah. Kalau sekolah kan segalanya bener-bener padat dan sesuai dengan jadwal pulang yang gitu-gitu aja, tapi kalo kuliah mah beda, bedaaaaaaaaaaaa banget! Nih ya dari jadwal pelajarannya yang spesifik, jadwal pulang gak tentu, dan juga ya asik banget banyak waktu luang. Kadang pengen apa ya buat ngisi waktu yang bener-bener luang ini. Tapi sekarang, aku lagi nyoba buat bikin essay ya begitulah nyoba doang sih. 
Kalo ini masalah cinta, aku gatau deh. Kalo ngejer-ngejernya terlalu takut lari juga tuh cowo. Tapi kalo diem aja kayak gini ya gak dapet mulu. Bingung. Tapi aku percaya deh kalo semuanya udah ada yang mengatur. Allah Maha Adil kok:) 
Sering banget ngayal gini, andaikan gue yang jadi pemeran  cewe di drama korea yang so sweet gitu. Ada temen aku yang nyeletuk gini, "Cowo ganteng dan so sweet cuma ada di sinetron, ya kaya drakor gini". Emang bener sih apa yang dibilang sama temen aku, tapi ya balik lagi ke alur awal yakni pada umur kita di kandungan ibu itu 4 bulan semuanya udah ditentukan baik itu rejeki, nasib, dan juga jodoh. Ada hadis juga yang menyebutkan bahwa "..laki-laki yang baik akan bertemu dengan wanita yang baik, begitupun sebaliknya". Jadi jangan khawatir, dan tetep usaha. Mumpung udah dapet lampu ijo dari orang tua buat cari tambatan hati hahahaha cieilahhh~
Oke cukup:)

Read Users' Comments (0)

Pict

I'd love to take some object, especially rose. This is it.


Read Users' Comments (0)

Cerpen Pertamaku di SMA

Love At The First Sight

   N
ikmatnya hidup kalo lo bisa selalu berbagi  semua hal tentang diri lo, bisa kumpul bareng  temen-temen lo, dan lo bisa memanfaatkan waktu luang yang ada. Gue Cecilia Putri Pradistyandika. Umur gue baru 17 tahun.  Dan lo tau apa yang dilakuin anak seumuran gue? Yupz. Gue suka jalan-jalan. Bukan berarti shopping. Cuma sekedar jalan-jalan aja sama temen yang sehati sama gue. Bukan cuma itu, gue suka hunting makanan, dan ga heran kalo badan gue ’sedikit’ lebih… hahaha gue malu bilangnya. You know what I mean lah. Nyokap gue sering ngomel, “Ce, jangan makan mulu!” sambil bawa-bawa kodek yang terbuat dari batu (lho? Emang ada?).
            Beralih dari kodek batu, gue punya banyak temen. Yah bisa dibilang gue supel, jadi gampang punya temen. Tapi temen sekolah gue, dan sekelas sama gue, dan deket pula sama gue itu namanya, Sita, Yura, dan Zifa. Mereka klop banget deh! (thanks sist!)
            “Eh, presentasinya gimana nih? Gue belum ngapalin teorinya?” tanya gue.
            “Ahelah Ce, kemane aje lo? Molor mulu sih kerjaannya!” sabet Yura.
            You know? Okelah gue termasuk anak yang yah, boleh dibilang pinter. Tapi kelemahan gue cuma satu: MALES! Biarkanlah semuanya mengalir seperti air.
            “Iye, abis gue ngantuk, Ra. Lo udah ngerangkum belum? Ntar gue baca punya lo aja ya?” rengek gue.
            “Hahaha! Dasar! Okelah.”
            “Oh iya, yang lain pada kemana nih? Masa cuma kita berdua aja?” tanya gue lagi.
            “Ga tau tuh. Pada sarapan kali di warung Wicko.”
            “Oh”  jawab gue singkat.
            Yupz, gue and friends suka nongkrong di warung Wicko. Tempatnya asik, adem dan yang pasti banyak makanan. Haha iyalah, orang warung.
*****

            Okelah, mungkin gue anak badung. Tapi bukan berarti nakal ya. Gue badungnya kalo ada guru nerangin, gue asik ngobrol, kadang makan, kadang minum, kadang twitteran, kadang molor, dan kadang-kadang lainnya yang ga bisa gue itung satu per satu. Karena kalo dijelasin kebdungan gue, gue yakin bisa ngerusak system syaraf pusat lo.
            Contohnya gini, pas lagi pelajaran matematika, gue ngebuka topik:
            “Siap buat hunting makanan?” bisik gue berharap guru itu ga denger.
            “Oke! Jumat kita makan mie ayam di es tawuran” samber Sita.
            “Okelaah bos! Tenang aja, kan orang kaya… “ si Zifa nimbrung.
            “Siap gue!” sikat Yura.
            Eh sialnya pas itu gue ditunjuk guru matematika gue. Untungnya gue bisa, jadi aman deh. Terus gue lanjutin tuh rapat yang sempat terputus. Kali ini cuma gue sama Sita aja.
            “Ta, anterin gue ke toko buku yuk? Buku gue dirumah udah pada jadul nih” pinta gue.
            “Iya Ce. Sekalian gue juga mau beli baju. Ntar mampir dulu kesitu sebentar ya?”
            “Iye, yang penting kita jalan!”  hehe tawa gue sama Sita pecah seketika. Tapi ga ngakak. Cuma nyeringis doang, kayak gini J.
*****

            “Ta, sini deh!” panggil gue ke Sita yang sedang asyik membaca buku karya R.L Stine.
            “What’s up?” tanyanya dengan tampang polos.
            “Hey, buku ini baru launching sumpah, dari prolognya keren benjet.” Terang gue sambil nunjukkin buku yang gue pegang.
            “Oh ya? Wow!”
            “Kok wow?”
            “Ih, asik tauk” jawab Sita.
            “Udah gih sana! Kembali ke asalmu.” Usir gue dengan nada sedikit nyeringis sambil mengibas-ibaskan tangan kiri gue.
            “Yeey. Dasar nona besar!” gerutu sita dibelakang gue.
            Gue langsung cari-cari buku yang menurut gue bagus. Dan mata gue terpaku pada sebuah buku yang berjudul ‘Habibie & Ainun’ karya B.J Habibie. Cover depan buku itu ya sepasang suami istri, yaitu Ibu Ainun dan Bapak Habibie yang sedang tertawa lepas tanpa ada sedikitpun penat dalam tawanya. Tanpa piker panjang, gue langsung ngibrit ke arah rak buku itu ada. Dan. O ow!
            Braaaakkk! Gue nubruk orang didepan gue. Saking asiknya gue jalan, sampe-sampe gue ga liat apa yang ada disekitar gue. ‘Apa-apaan nih orang? Ga tau apa gue lagi sumringah, pake acara nubruk orang segala lagi?’ keluh gue dalam hati.
            “HEH BRAY! Jalan pake mata dong!” sewot gue dengan tangan berkacak pinggang.
            “What? Ga salah? Lo tuh yang harusnya nyadar! Jalan ya pake kaki bukan pake mata dodol!” ucap si cowok sambil menelunjukkan jari ke matanya.
            Yeh! Si cowok ini punya nyali juga. Berani lo nantangi gue? Okeh! Gue jabanin. Kreket-kreket (bunyi tangan gue).
            “Lo ya! Ngeselin banget sih jadi orang? Minggir gak!”
            “Ga! Masalah kita belum selesai!”
            Wow. Makin ngeselin aja nih orang. Belum tau ya rasanya dijejelin pesawat?
            “Jadi, lo mau ngelanjutin? Okeh! Tapi lain kali aja. Gue sibuk!”
            Gue lari kearah Sita, dan langsung menarik tangannya. Dibelakang gue, cowok itu teriak-teriak ga jelas. Ah, gue ga peduli. Dan kayaknya dia ga ngejer. Hanya terpaku ditempat ia berdiri. Sita kebingungan dengan ulah gue. Sita ga sempet naro buku yang lagi dia pegang. Alhasil bukunya jatuh dan ga sempet diberesin. Begitu juga gue. Gue yang tadinya pengen banget beli buku itu eh ternyata ga jadi. How pity I am T.T. Nasib, nasib. Huh!
*****
           
            Seperti perjanjian yang kita buat, gue dan Sita langsung cabut ke mall. Sita yang dari tadi bengong liatin ulah gue, segera memecah lamunan gue.
            “Ce, tadi lo kenapa? Ngibrit aja kayak tikus” tanya Sita penasaran.
            “ Tadi gue ditubruk cowok ta, eh bukan. Lebih tepatnya gue nubruk orang itu. Tapi gue marah-marah gitu ke dia. Dan parahnya, gue malah dimarahin balik! Empet gue!”
            “ Hah? Hahahahahaha” yah, dia ngakak!
            “GAK LUCU!!!!”
            “Iye iye maap! Lagian, orang itu salah lo, lo malah nimpalin kesalahan lo ke orang lain. Ya jelas aja dia marah. Terus lo minta map ga?” sambil nyeruput minuman di tangannya.
            “Appah? Mintaa.. minta maap? Ih ogah. Gengsi deh gue.”
            “Tuh  kan? Jelas-jelas lo yang salah Ce!”
            “Iye ta, gue tau.”
            “Terus? Rencana lo?”
            “Rencana? Rencana apaan? Gue aja sama sekali ga kenal sama dia.” gue pun ngejawab dengan nada yang sedikat naik beberapa oktaf.
            “Wohow! Ga usah sewot gitu, sista! Biasa aja. Apa jangan-jangan lo suka sama dia?” pertanyaan Sita ini menusuk tulang gue. Hampir bolong.
            “Menurut lo? Ya ampun Sita, udah gue bilang, gue ga kenal sama dia.” gue pun langsung memasang tampang bete: mulut manyun, tangan dilipet di depan dada, dan autis ga jelas.
            “Udah ah, males gue berdebat sama lo Ce. Mending kita pilih-pilih baju dulu.” ajak Sita yang sepertinya merasa bersalah atas pertanyaannya. Gue yang liatnya pengen ketawa ngakak, tapi kan gue masih bete. Hahaha! Sita! Rasakan pembalasanku! Hiyaaaaik! Wadezig!
            “Iya.”  jawab gue singkat.
*****
           
            Malem ini gue terpaku pada laptop. Buka twitter. Apakah ada mention untukku? Apakah followersku bertambah? Ada apa dengan timeline? Jawaban dari pertanyaan tadi: Ada. Sedikit. Ga asik. Gue langsung baca mention gue di twitter. Mata gue yang tadinya biasa aja, sekarang nongol sampe mau copot. Apa-apaan ini?
            @faganbagazkara:
            @cecilputri heh urusan kita belum selese.
            Cowok itu! Cowok yang gue tubruk! Cowok di toko buku! Hah! DIA TAU TWITTER GUE!! Mulut gue nganga GASWAT! Waspadalah, waspadalah! Banyak pertanyaan yang terlintas di pikiran gue kaya semut. Tapi satu yang gue pengen ajuin. Gimana dia bisa tau twitter gue? Jawabannya: tanda tanya(????)
            Oh jadi namanya Fagan? Bagus juga. Gue ga sadar kalo dia punya bentuk mata yang bagus, rambut yang tebal, postur yang tinggi, dan senyum yang manis. Heh! Apa yang gue pikirin? Hapus, hapus, hapusss! Tanpa pikir panjang gue langsung balas tweet dia. Jari-jemari gue menari gemulai diatas keyboard.
            Terus mau lo apa? RT @faganbagazkara @cecilputri: heh urusan kita belum selese.
            @cecilputri mau gue? Besok kita ketemu di resto alo-alo jam 4
            @faganbagazkara deal
            Gue pun menutup laptop gue. Segera membenamkan diri di kasur yang empuk. Gue tarik selimut dari ujung kaki sampe sebatas leher. Pikiran gue sibuk. Sibuk mikirin apa yang bakal terjadi besok. Fagan Bagazkara. Cowok yang gue tubruk di toko buku. Cowok yang nyolot waktu gue marahin. Dan cowok yang ‘sedikit’ membuat gue penasaran.
*****
           
            Pintu kamar gue berbunyi. Tok tok tok. Suara ketukan tangan yang memberikan tekanan pada sebuah pintu. Gue terbangun dan langsung liat jam. Pukul 05.00. Nyokap gue selalu bangunin gue. You know why? Percuma gue tiap hari pasang alarm di hape. Ga guna. Kata nyokap gue, gue kalo tidur kayak kebo. Ga tau waktu. Iyalah, tidur itu nikmat. Siapapun atau apapun itu ga ada yang bisa bangunin gue kecuali nyokap gue. Gue ngucek-ngucek mata, ngeliat ke kaca dan bilang ‘Today will be better than yesterday. I trust it’ gue ucapin kalimat itu setiap pagi.
            Gue langkahkan kaki menuju kamar mandi. Selang beberapa waktu kemudian gue jalan ke kamar. Ganti baju dan berpakaian serapi mungkin ala chef Farah Quinn (loh?) eh salah ding ala pelajar yang taat pada aturan, hormat terhadap guru, baik hati, ramah tamah, rajin menabung, dan tidak sombong.
            “Ce, cepetan ke ruang makan. Sarapan sudah siap. Jangan telat!” teriak ibu dari ruang makan.
            “Iya!!” gue pun lari dan langsung ngejogrog di kursi makan.
            “Bu, Cece langsung berangkat aja ya! Udah rada telat nih.”
            “Ini kan masih pagi, Ce.“
            “Ya, Cece  piket bu! Yaudah, Cece berangkat ya! Dah ibu, assalamualaikum” sambil mencium tangan dan pipi ibu serta berlari kecil.
            “Waalaikumussalam”
*****
           
            Sesampainya dikelas, gue langsung menghampiri Yura, “Ra, lo tau ga?”
            “Apa Ce?”
            “Ada yang ngajak gue ketemuan”
            “Hah? Siapa? Siapa?”
            “Cowo yang gue sewotin di toko buku.”
            “Yang mana? Lo belum pernah cerita ke gue.”
            Okeh, singkatnya gue udah nyeritain semuanya.
            “Hah? Yang bener lo?”
            “Iyelah. Masa iya gue boong?”
            “Okeh. Gue ikut yak!”
            “Sip.”
            Lagi asik-asiknya gue sama Yura ngobrol, tiba-tiba Zifa datang dengan muka yang kusut: raut wajahnya memerah dan matanya sembab. Kayaknya dia habis nangis deh.
            “Nape lo?” tanya gue. Penasaran kan kalo lo lo semua tau ada yang ga beres sama temen lo?
            “Gapapa.” singkatnya.
            “Ha? Serius lo?” tanya Yura. Nimbrung.
            “Iye.”
            “Wah, ga plen lo! Ayo dong cerita” rengek gue. Eh ga ada angin ga ada hujan si Zifa malah berdiri dari kursinya.
            “Eh Ce, kalo gue bilang ga mau ya ga mau! Jangan paksa gue dong!” yeh malah dia nyolot. Gue pun kepancing emosi kan?
            “ Woy! Sadar dong! Lo tuh yang harusnya sadar. Melek Zi, melek! Buka mata lo! Kita tuh peduli sama kamu.” hantam gue dengan kalimat ajaib.
            “Aarrrrghh! Gue benci lo Ce! Jangan pernah hubungin gue lagi” sumpah, kalo die bukan anak orang, udah gue timpuk pake semut segede gajah.
            Zifa pergi ninggalin gue dan Yura. Kami saling berpandangan. Speechless. Gue yakin Yura juga punya pikiran yang sama kayak gue: Kebingungan.
            Selang beberapa menit, Sita datang. Dia juga bingung dengan apa yang terjadi. Pas Sita nyampe depan kelas, dia ngeliat Zifa jalan dengan tampang bete.
            “Ce, Ra! Zifa kenapa?” tanyanya, bingung.
            “Ga tau tuh. Dia marah-marah ga jelas gitu.” terang gue.
            “Udahlah, ga usah dipikirin. Kalo dia butuh kita pasti dia balik lagi kok. Tenang aja. Mungkin dia butuh waktu buat nenangin diri.” jelas Yura. Bijak.
            “Iya deh. Oh ya, jadi ga ntar sore?”
            “Hah? Kemana?” Tanya Sita (lagi).
            “Ketemu cowok yang waktu itu gue tubruk, Ta. Namanya Fagan.”
            “Ciee.. ada yang seneng nih?” godanya.
            “HAHA! Iye Ta, dia ngajak gue. Lo ikut ga?”
            “Iya dah. Gue ikut. Penasaran gue sama orangnya.”
*****

            Pukul 16.00 WIB. Gue, Sita, dan Yura duduk di resto itu. Tapi gue sama sekali belum liat batang hidungnya. Mata gue menjelajah setiap sudut resto itu. Tiba-tiba gue menangkap sosok pria yang mulai mendekati meja gue. Kaos biru, jaket yang ga disleting, headphonenya terpasang di salah satu telinganya, dan berbekhel. Dia tersenyum kearah gue. Huhu, kenapa dia tampak sekeren itu?
            “Heh. Gue mau menyelesaikan masalah kita sekarang!” ini adalah pernyataan ter-to the point yang pernah gue denger. Sumpah loh, dia ga pake basa-basi dulu.
            “Okeh. Mau lo apa?” tantang gue. Tapi gue deg-degan banget. Gue menggenggam tangan Yura, dan gue merasakan telapak tangan gue berkeringat.
            “Tapi gue maunya cuma kita berdua. Bias ga lo suruh temen-temen lo ninggalin kita disini?”
            “Ha? Ga salah lo? Ini kan temen-temen gue. Kenapa gue harus usir? Ogah ah!”
            “Lo mau masalah ini cepet selesai ga? Kalo enggak ya udah. Tapi resikonya lo harus bersedia nerima gangguan dari gue.”
            Wow. Beraninya dia ngancem gue.
            Gue liat isyarat mata yang dikasih Yura ke Sita, “Eh, kita pergi dulu! Kalo lo udah selesai ngomongnya, lo telpon gue.” Yura berdiri sambil menundukkan kepalanya. Gue mengangguk. Gue liat mereka berdua pergi menjauh dari gue. Fagan duduk di depan gue.
            “What do you want?” kata gue ketus sambil menatap matanya langsung.
            “I just wanna know you.” ujarnya dengan tatapan sekilas.
            “What? It’s just a joke. Hey, I don’t have much time. Tell me, what do you want?” haduh nih orang bikin kesel aja.
            “Can you hear that? I said, ‘I just wanna know you’ Cecil!”
            “Sekarang lo udah tau gue. Masalah selesai. Gue cabut” seraya berdiri dengan kedua tangan yang diletakkan diatas meja. Tujuannya buat menopang tubuh gue.
            “Eitzzzz…,” dia meraih tangan gue. Menahan gue biar ga pergi. “masalahnya belum selesai.”
            “Lepasin gak?” teriak gue. Untung nih resto lagi sepi. Jadi gue ga terlalu malu.
            Dia melepaskan tangannya dan gue masih berdiri terpaku. “Duduk!” dia mengisyaratkan kepalanya dan mengarahkannya ke kursi. Gue pun duduk.
            “Apa lagi?”
            “Gue belum memperkenalkan diri gue secara resmi. Gue Fagan Bagazkara. Umur gue 18 tahun. Gue sekolah di salah satu SMA disini. Lo?” terangnya dengan nada antusias.
            “Oh. Gue Cecil.” Jawab gue singkat. Ih bete deh cuma gitu doang. Gue masukkan kentang goreng ke mulut gue.
            “Lo bete? Gimana kalo kita jalan?” Ngek! Uhuk-uhuk. Gue terbatuk-batuk dengan pertanyaannya. Langsung deh gue minum.
            “Gila ya lo?”
            “Yaudah, kalo nomor hape boleh kan?” tanyanya lagi.
            Gue yang udah males dengerin dia, langsung berbalik kearah gue. Mengambil pulpen dan secarik kertas. Gue menuliskan nomor gue disitu.
            “Nih. Udah ah gue pergi.” Gue mengambil tas dan pergi ninggalin dia. Sama kayak waktu itu.
            “Yah! Mau kemana lo? Masalah kita belum selesai woy!”
*****

            Setelah kejadian itu, gue dan Fagan menjadi dekat. Kami jadi sering sms-an, telponan, ketemuan, dan mention-an di twitter. Gue ga nyangka kalo dia orangnya asik. Gue semakin bersalah deh sama dia karena marah-marah ga jelas. Gue membuka twitter. Mata gue terpaku pada layar monitornya. Ada mention dari Fagan.
            @cecilputri hey ulekan cabe, lagi apa lo?
            Gue senyum melihatnya.
            @faganbagazkara kok ulekan cabe sih, Gan? Lagi online aja. Kamu?
            @cecilputri iye, soalnya lo kalo ngebacot pedes, kayak cabe. Gue? Lagi bete Ce, temenin gue ya?
            @faganbagazkara hehe maapin gue ya? Iya. Eh bete napa?
            @cecilputri Dimaapin :D gatau nih bete aja
            @faganbagazkara makasih :* tuh kan? Lo mah gitu, share dong?
            @cecilputri sama-sama. Em ntar aja ya, gue pati cerita kok.
@faganbagazkara Eh ketemuan yuk? Gue jemput ke rumah lo. Masalah hari biar gue yang ngatur
            @cecilputri sip
            Gue menutup laptop. Ketika gue melirik langit-langit kamar gue, gue kepikiran Zifa. Ada apa dengannya? Apa gue salah? Gue mencoba menelusuri apa yang terjadi. Udah lama dia ga ngomong sama gue. Ada kali sebulan mah. Besok, gue harus coba buat ngomong sama dia. Harus.
*****

            “Zi, sebelumnya maapin gue ya. Gue ga tau apa masalah lo.” ucap gue seraya melipat kedua tangan gue dimejanya. Hari masih pagi. Sita dan Yura belum datang. Moga aja pikiran Zifa masih encer. Zifa sedang asyik menulis. Lalu dia menghentikan gerakannya.
            Dia mendongak. Ada sedikit kerutan disebelah matanya. Ia tersenyum, “Ce, itu bukan salah lo kok. Waktu itu gue lagi berantem sama kakak gue.” ada nada lembut dari suaranya yang menjelsakan bahwa semuanya baik-baik saja.
            “Kenapa lo ga cerita sama gue? Kali aja gue bisa ngeringanin beban lo.”
            “Gue kalut banget, Ce. Gue ga bisa ngontrol diri. Sumpah, gue ga ada maksud baut nyakitin lo. Maapin gue ya?”
            “Iya. Sama-sama. Uuh sayang, sini peluk.” kami pun berpelukan.
*****

            Beberapa hari kemudian, gue berjalan dengan langkah gontai. Seharian penuh gue cari buku Dexter In The Dark karya Jeff Lindsay. Tapi kayaknya buku itu udah ludes deh. Kasian banget gue. Gue duduk di pelataran sebuah warung es kelapa muda. Haus. Gue minum disitu. Tempatnya enak, sepi, dan nyaman. Sedikit mirip dengan warung wicko.
            Tangan gue merogoh kantong depan celana jeans gue. Mencari sebuah benda. Handphone. Gue menariknya dan langsung mengotak-atik. Tring tring. Ada 3 sms masuk. Semuanya dari Fagan.

            Ce, ada dimana lo?
            16/01/2011
            14:03:54

            Cecil! Lo dimana?  Bales dong
            16/01/2011
            15:14:32

            Hey ulekan cabe! Lo dimana sekarang? Gue khawatir sama lo. Kata nyokap lo, lo pergi. Pergi kemana ha?
            16/01/2011
            17:01:10
           
            Gue liat arloji gue menunjukkan pukul 19.37 WIB. Ga kerasa ujung bibir gue tertarik membentuk sebuah senyuman. Fagan, Fagan. Kenapa sih lo selalu bisa buat gue ketawa? Gue bales smsnya.
            Ga usah khawatir gitu, dodol. Gue ada di warung es kelapa muda deket took buku langganan gue.
            Sent.
            Ga berapa lama kemudian, dia ngebales.
            Diem disitu. Jangan kemana-mana. I’ll be there.
            Sekarang gue nyeringis sambil menggelengkan kepala dan ngebayangin gimana ekspresinya. Sambil nungguin, gue asik twitteran. Lalu sebuah tepukan dibahu kanan gue mengejutkan gue yang asik twitteran. Gue liat raut muka Fagan yang berantakan dan melankolis. Haha, pengen ketawa. Tapi gue tahan.
            “Ce, lain kali jangan kayak gini lagi ah! Gue khawatir banget sama lo. Gue bingung harus cari lo kemana. Kata nyokap lo, lo pergi dari pagi. Sendirian lagi? Mana temen-temen lo? Mending kalo lo sama mereka gue ga terlalu khawatir. Nah ini, lo sendirian. Cewe lagi. Ga takut apa ha?” Dia mengucapkannya dengan serius. Ada nada ketulusan dalam suaranya. Membuat gue yakin. Gue masih menyunggingkan senyum.
            “Maafin gue, Gan. Makasih banget lo udah care sama gue. Tapi, gue gapapa kan? Tenang.”
            “Iya sekarang. Kalo entar? Kalo gue ga ada? Kalo lo ada apa-apa?” tangan gue menggenggam tangannya. Hangat. Entah kenapa, gue malah yang ngerasa khawatir. Tapi apa? Hah. Forget it. Faganpun menghentikan pembicaraannya.
            “Hey Fagan, lo cowo tapi bawelnya ngelebihin gue ya? Gue gapapa. Sekarang khawatirnya udah?”
            Dia hanya mengangguk lemah sambil menatap gue. Mata kita bertemu selama beberapa detik. Deg. Deg. Bunyi jantung gue terdengar sampe kuping. Gue memalingkan wajah dan melepaskan genggaman gue. Tapi dia menariknya kembali.
            “Ayo pulang. Udah malem. Nyokap lo nunggu dirumah.”
*****

            2 bulan kemudian, Fagan menjemput gue ke rumah. Dia bilang sih ada hal penting yang harus diomongin. Dia minta ijin ke nyokap gue, dan nyokap gue cuma bilang, “Jagain anak tante ya, Gan!” Ia menjawab dengan mengangkat ibu jarinya ke atas.
            ‘Kok gue ngerasa lain ya hari ini?’ batin gue, getir. Aah, cuma bayangan fatamorgana aja. Hush hush! Ilang ilang ilang! Gue duduk di jok belakang motornya. Motorpun melaju. Gue memegang samping baju bagian pinggangnya. Dia memakai kaos merah dengan baju kotak-kotak senada. Gue pake kaos biru dah sweater abu-abu yang gue pegang.
                        Sepanjang perjalanan Fagan sama sekali ga membuka mulutnya. Pelit amat sih nih orang? Jadi gue juga males ngomongnya. Akhirnya gue sampe ke satu bangunan. Rumah dengan ornamen indah yang tertata rapi. Dia mematikan mesin motornya dan gue turun dari motor.
            “Rumah siapa ini, Gan?”
            “Rumah gue. Ayo.”
            Hah? Ngapain gue dibawa kerumahnya? Horror deh ih. Jangan bilang gue mau dikawinin? Oh mamaaangggg! Gue masih pengen sekolah! Tolong! Keluarkan gue dari siniiii!!! *lebay
            Fagan menarik tangan gue sampai masuk ke rumah. Sejuk, indah, tentram. Itu kata-kata awal gue. Gue duduk di sofa. Sementara Fagan masuk ke ruangan lain. Tiba-tiba pintu sebelah kanan dekat rak hias terbuka. Seorang wanita setengah baya keluar memakai kerudung coklat dan gamis panjang yang melekat ditubuhnya. Dia tersenyum ramah kearah gue. Dan gue membalasnya. Tebakan gue: Ini nyokap Fagan.
            “Tante.” sapa gue ramah.
            “Iya sayang. Haduh, ini pasti Cecil ya? Fagan sering cerita tentang kamu loh?”
            “Oh ya? Masa sih tante?” hahasik, hati gue jingkrak-jingkrak kaya kuda.
            “Iya, tuh orangnya dateng.” tunjuknya kearah Fagan.
            “Hayo mamah, ngomongin fagan ya?”
            “Hahaha. Iya sedikit.” tawa kami pun menggema.
            “Oh iya. Emang ada acara apa ya te sampe-sampe aku diundang kesini?”
            “Biar Fagan aja ya yang ngejelasin ya nak.” Jelasnya dengan nada halus.
            Fagan pamit kepada ibunya dan membawa gue ke halaman belakang rumahnya. Udara disini lebih sejuk dari di dalam rumah. Ada kolam ikan juga disini. Fagan menghentikan langkahnya disebuah kursi taman. Dia duduk. Gue mengikutinya. Kami diam selama beberapa menit.
            Hening.
            Kami sibuk dengan pikiran masing-masing. Fagan aneh banget sih hari ini. Apa dia keselek sandal? Wah, ga mungkin kayaknya.
            “Ce?” tanyanya memecah keheningan.
            “Iya?” Fagan mengalihkan perhatiannya kearah gue. Adda appa inniih?
            “Gimana kalo ini saatnya gue pergi?” 
            ??????
            Diem. Gue ga ngerti sama pertanyaannya. Apa makudnya? Ga! Ga boleh!
            “Maksud lo?” gue menyipitkan mata.
            “Gimana kalo ini saatnya gue pergi, Ce?” tanyanya ulang.
            “Pergi kemana?” gue mengucapkannya dengan suara bergetar.
            “I have a crush on you, Cecil.” Mata gue panas. Setitik air mata jatuh. Gue ga tau apa yang gue rasain. Gue mati rasa. Sedihkah? Senangkah? Kepala gue terasa berat, jadi gue menundukkan kepala. Menangis. Fagan memegang kedua sisi kepala gue, mangangkatnya, dan menatap gue dengan penuh arti. Dia menghapus air mata yang membasahi pipi gue. “Ce, dari awal kita ketemu gue udah ada rasa sama lo. Iya sih, awalnya gue enek banget sama ulah lo,” gue menangis tersedu-sedu. Dia melanjutkan, “ tapi itulah, gue ga ngerti. Do you believe to love at the first sight? I trust it, Ce. Because I did it. It’s you! Gue sengaja cari tau tentang lo. Temen lo, Zifa. Dia sodara gue. Katanya lo pernah ribut ya sama dia? Itu karena gue. Maaf ya?”
            Sekarang gue mendongak dan melihat wajahnya, “Dia ga rela kalo sahabatnya disakitin. Gue ribut sama dia. Tapi gue udah janji sama dia buat jagain lo, Ce. Gue sering buka twitter Zifa, dan nemuin nama lo. Zifa marah karena gue tau twitter lo. Tapi semuanya udah clear kan?” dia melepaskan tangannya.
            Gue mengangguk lemah.
            “Sekarang, apa lo bersedia nerima gangguan dari gue?” ujarnya sambil tersenyum. Tangisan gue berhenti.
            “Gangguan apa?”
            “Gangguan cinta dari gue, hehe.” dia nyeringis. “So, would you like to be my girl? If you won’t, u will die!” Dia memeragakan tangannya kearah leher dengan gerakan horizontal.
            “Is it real?
            “With of all my heart. It’s real.”
            “ I do. Eh tunggu, katanya kamu mau pergi? Pergi kemana?”
            “Ke hatimu.”
            Uuh so sweet banget deh. Gue yakin kalo cinta yang gue rasain ini ga abadi. Tapi gue coba membuat cinta itu terjaga sampai kapanpun.
            END.

Read Users' Comments (0)